Sundial Puspa Iptek Science Center

Arsitektur adalah puisi yang beku.

Arsitektur adalah bagian dari seni. Ketika seni sastra ditransfer ke dalam arsitektur melalui metafora dan analogi, maka hasil dari penggabungan antara seni (sastra, musik, tari) dan arsitektur (sebagai seni bangunan) adalah “puisi yang beku” yaitu bangunan itu sendiri.

Arsitektur merupakan sebuah kata-kata yang diwujudkan dalam bentuk desain nyata yang dapat dilihat, dipegang, dan dirasakan. Sebagai contohnya yaitu kata ‘jam matahari’, adalah frasa yang berarti jam yang bergantung atau melibatkan matahari. Seorang artis, seniman, maupun arsitek mampu membayangkan jam matahari dengan interpretasi mereka masing-masing terhadap kata ‘jam matahari’ tersebut. Namun, dalam arsitektur, kata-kata itu bukan hanya untuk sekadar direnungi dan dipikirkan. Dalam arsitektur, kata-kata itu perlu diterjemahkan dalam bentuk yang nyata menjadi sebuah bangunan.

Sundial (jam matahari) di Kota Baru Parahyangan merupakan jam matahari terbesar yang ada di dunia. Setelah melewati gerbang masuk Kota Baru Parahyangan, sundial ini adalah bangunan pertama yang muncul dan menyambut orang-orang yang baru datang ataupun akan pergi.

Pertama kali melewati bangunan ini dengan berkendaraan, tidak akan ada orang yang dapat menyadari bahwa bangunan ini adalah jam matahari raksasa. Untuk masuk ke dalam bangunan hanya disediakan satu titik jalur akses sehingga pada kali pertama, pengunjung akan dibuat bingung mencari-cari pintu masuknya. Untuk para pengunjung yang membawa kendaraan, akan lebih dibuat bingung lagi untuk mencari tempat parkir karena tidak tersedia sama sekali fasilitas parkir di sekitar bundaran jam matahari. Hal itulah yang akan dialami oleh para pengunjung yang baru pertama kali datang ke Puspa Iptek ini yaitu kebingungan.

Pada kenyataannya, sudah ada fasilitas parkir yang disediakan untuk para pengunjung. Fasilitas ini berjarak kurang lebih 500 meter dari bangunan sundial, lebih dekat kepada gerbang masuk. Namun, desain antara bangunan dengan tempat parkirnya tidak didesain dengan baik sehingga tidak ada integrasi antar keduanya. Inilah yang menjadi penyebab kebingungan para pengunjung di saat pertamanya. Dari area parkir ini, ada dua jalur yang dapat dipilih sebagai akses menuju bangunan Puspa Iptek. Akses pertama adalah melalui trotoar di pinggir jalan utama, sedangkan akses kedua menghubungkan area parkir langsung menuju bangunan. Seharusnya, para pengunjung dianjurkan untuk memilih akses kedua yang lansung menuju bangunan. Namun, pada kenyataannya, pengunjung masih banyak yang lebih menggunakan akses satu dibandingkan akses dua karena alasan kenyamanan dan keamanan. Dari segi visual, jalur akses yang langsung menuju ke bangunan sundial kurang memiliki daya tarik visual untuk menarik minat pengunjung agar melewatinya. Selain itu, akses langsung ini hanyalah berupa jalan setapak yang di sebelah kanan dan kirinya terdapat padang rumput. Karena tempatnya yang juga agak tertutup, turut mempengaruhi psikologis keamanan bagi pengunjung. Berbeda dengan akses yang melalui trotoar persis di samping jalan utama, secara psikologis pengunjung akan lebih merasa aman untuk berjalan di sini. Namun, meskipun dua jalur ini berbeda, keduanya tetap bertemu di titik yang sama yaitu di sebrang jalan menuju Puspa Iptek.

Sebuah kekurangan dari segi lansekap ditemukan ketika rombongan pengunjung akan menyebrangi jalan menuju bangunan. Sang arsitek tidak merancang jalur penyebrangan dengan desain yang baik. Atau dengan kata lain, sang arsitek tidak mengutamakan kepentingan dan keselamatan pejalan kaki dibandingkan kepentingan dan keselamatan pengendara kendaraan. Kekurangan dari segi desain inilah yang akhirnya membutuhkan penyelesaian-penyelesaian dari segi manajemen. Oleh karena itu, pihak manajemen menyediakan jasa penjaga untuk menyebrangkan orang-orang.

Gerbang penyambutan pada bangunan Puspa Iptek ini dirancang dengan baik. Bentuk gerbang seperti huruf ‘V’ yang terbuka ke arah luar menciptakan kesan welcoming bagi para pengunjungnya. Selain itu jam papan yang berwarna biru terlihat kontras dengan background gerbang berwarna kuning sehingga membuat papan jam itu menjadi fokus visual dan point of interest. Sebelum masuk ke dalam gerbang, pengunjung akan dapat menemukan beberapa furnitur lansekap secara papan pengumuman, batu peresmian, dan lain sebagainya.

Elemen lansekap baik hardscape maupun softscape yang diolah di sekitar gerbang masuk Sundial Puspa Iptek Science Center cukup banyak. Material yang digunakan pun sangat beragam. Sehabis menyebrangi jalan, pengunjung akan menginjakkan kakinya di lantai beton. Setelah berjalan beberapa langkah, material beton itu akan digantikan dengan paving block, sampai pada akhirnya pada material keramik lalu menuju ke dalam bangunan. Dalam penataan lansekap, sang perancang harus seimbang dan integral dalam memikirkan desain dari segala sudut pandang. Selain memikirkan pola perletakan material hardscape, perlu juga dipikirkan mengenai penggunaan material softscape-nya seperti jenis tanaman, jumlah tanaman, perletakan tanaman, dan lain sebagainya.

Seperti yang sudah disebutkan sebelum, jam matahari akan benar-benar terlihat seperti jam apabila dilihat dari atas (helikopter, foto satelit, dll). Namun jika dilihat apa adanya dari sudut pandang mata manusia, bangunan ini tidak akan terlihat seperti jam matahari. Untuk memenuhi tujuan agar bangunan sundial ini tampak seperti jam matahari raksasa apabila dilihat dari atas, maka konsekuensinya adalah penataan lansekap sekecil apapun akan mempengaruhi tampak udara bangunan ini. Oleh karena itu, yang perlu diketahui bersama yaitu lansekap bangunan sundial ini adalah satu kesatuan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Penyusunan tanaman berdaun merah dan hijau yang berselang-seling itu bukan tanpa arti, melainkan untuk mengejar tampak yang diinginkan. Begitu pula lahan yang dilapisi semen dan hanya dicat biru serta ditambahkan beberapa tulisan tidak lain tidak bukan adalah untuk menciptakan jam matahari terbesar yang sempurna.

Dibalik alasan-alasan tersebut untuk mengejar bentuk dan esetetika, ada satu hal yang juga tidak boleh dilupakan dalam perancangan yaitu aspek sistem utilitas bangunan. Titik tekan yang lebih disoroti di sini adalah sistem drainase air bersih, air kotor, dan air hujan. Seorang arsitek yang hanya mengejar bentuk dan estetika biasanya tidak terlalu memikirkan tentang sistem utilitas. Tanpa sistem utilitas yang mendukung suatu bangunan ibarat tubuh manusia yang hidup tanpa bantuan sistem pembuluh darah.

Sundial Puspa Iptek Science Center ini meskipun memiliki tujuan untuk mengejar bentuk dan estetika, namun juga mampu mendesain sistem utilitasnya secara apik dan bersinergi dengan sistem bangunan. Saluran air hujannya didesain di antara tanaman-tanaman hias yang mengelilingi sundial. Saluran ini terlihat menyatu dengan sistem bangunan sebagai bagian dari estetika desain. Di sekeliling bangunan juga terdapat lubang-lubang drainase yang terintegrasi sebagai satu kesatuan bangunan. Tidak seperti bangunan yang mengejar bentuk namun memikirkan utilitasnya belakangan lalu meletakannya di sembarang tempat asalkan tersembunyi.

Di sekitar lahan bangunan, tidak ada pohon jenis peneduh atau pohon-pohon sejenis palem yang tinggi. Elemen softscape yang digunakan mayoritas adalah tanaman perdu atau semak. Hal tersebut sungguh wajar mengingat bahwa bangunan jam matahari tersebut mengandalkan bayangan bangunan yang jatuh ke bidang akibat sinar matahari. Oleh karena itu, pohon-pohon tinggi ataupun sejenis peneduh yang rindang dapat menggangu sistem kerja bangunan ini. Selain itu, para pengunjung sepertinya diharapkan tidak berjalan-jalan di sekeliling pagar luar bangunan. Hal ini disimpulkan dari tidak adanya trotoar yang disediakan untuk para pejalan kaki. Pohon-pohon tinggi dan trotoar hanya tersedia di sebrang lahan bangunan sundial. Sayangnya, pohon yang digunakan adalah jenis palem sehingga tidak cukup untuk menciptakan kenyaman termal bagi orang-orang yang beraktivitas di bawahnya terutama ketika siang hari yang terik.

Selain pengolahan hardscape di sekeliling bangunan, hardscape jalan utama pun juga diolah dengan baik. Hal itu terlihat dari detail transisi antara jalan utama menuju ke trotoar yang didahului dengan saluran drainase, canstein, rerumputan, pepohonan, barulah akhirnya paving block untuk tempat pejalan kaki. Pemilihan perkerasan di sekitar bangunan sundial ini juga tidak menggunakan aspal, melainkan menggunakan paving block. Beberapa meter menuju gerbang masuk barulah materialnya menggunakan aspal. Dengan menggunakan material paving block, setidaknya menjadi sedikit usaha untuk mengurangi pemakaian perkerasan jalan dan menambah luas lahan yang dapat menyerap air.

Sundial ini adalah bangunan komersial sehingga pada malam hari tidak banyak digunakan. Pada malam hari bangunan ini hanya menggunakan lampu penerangan secukupnya sekadar untuk memberikan tanda bahwa di tempat tersebut terdapat bangunan. Ada beberapa buah lampu sorot juga yang digunakan untuk menyinari bagian-bagian tertentu pada bangunan. Lampu penerangan yang dipakai adalah lampu yang berwarna kuning. Lampu ini saat disorotkan ke bangunan sundial menciptakan efek yang dramatis dan eksotik. Sebagai penerangan jalan utama, di beberapa pohon palem juga di pasang lampu penerangan yang berwarna kuning.

Secara umum, bangunan sundial ini sangat unik. Bangunan ini adalah bentuk metafora yang diwujudkan ke dalam bentuk bangunan. Meskipun penulis tidak berkesempatan masuk ke dalam bangunan untuk mengeksplorasi lebih jauh, namun dengan menilai tampak bangunan dari luar, rasanya bagian dalam bangunan tersebut masih menyimpan banyak kejutan.

~ by Siti Arfah Annisa on October 28, 2010.

Leave a comment