Bale Pare

“Good architecture is like a piece of beautifully composed music crystallized in space that elevates our spirits beyond the limitation of time.”

Arsitektur yang baik seperti sebuah komposisi musik yang indah yang diwujudkan ke dalam bentuk dan ruang yang membangkitkan semangat melewati batas-batas waktu yang ada. Demikian pernyataan yang dikatakan oleh Tao Ho. Keindahan alunan musik yang diperdengarkan dengan irama teratur direpresantasikan menjadi sebuah musik yang dapat dinikmati secara visual yaitu karya arsitektural yang indah. Secara audial maupun visual, keindahan mampu mempengaruhi psikologis seseorang, termasuk menstimulus semangat atau ruh kehidupan.

Bale Pare adalah nama area kantor pemasaran di Kota Baru Parahyangan. Tempat ini merupakan gerbang awal promosi untuk menarik minat para pengunjung terhadap Kota Baru Parahyangan. Meskipun Bale Pare berlabel resmi sebagai kantor pemasaran, tempat ini sering pula dijadikan salah satu tempat hang out, menikmati liburan dan mendapatkan hiburan, bahkan kadang digunakan sebagai tempat resepsi pernikahan. Hal ini dikarenakan Bale Pare menyediakan fasilitas-fasilitas hiburan serta menawarkan kenyamanan secara fisik maupun non fisik. Pengunjung dan pengguna yang datang ke sini biasanya mendambakan keteduhan dan ketenangan untuk mengistirahatkan jasad dan jiwanya. Selain itu, pengunjung juga bisa mendapatkan kepuasan dari segi material (makan dan shopping) maupun dari segi psikologis (suasana nyaman).

Tak lebih dari sepuluh menit setelah keluar dari gerbang tol Padalarang, pengunjung akan menemukan tempat ini di sebelah kiri jalur Kota Baru Parahyangan. Hal yang pertama kali dirasakan ketika memasuki pelataran Bale Pare adalah kesan teduh dan ‘merakyat’. Pengunjung yang datang baik dengan berjalan kaki ataupun berkendaraan akan disambut oleh sebuah plaza dengan background elemen nama Bale Pare yang diapit di antara dua buah menara bergaya tradisional. Di sekeliling plaza penyambut itu akan terlihat rimbunnya pepohonan di dalam area Bale Pare sehingga menimbulkan kesan teduh bagi orang yang memandangnya. Di samping dua menara tradisional itu ada tempat peneduh yang dirimbuni oleh berbagai macam tanaman rambat. Sang arsitek menggunakan konsep inviting plant to the building dalam merancang tempat peneduh ini. Peneduh ini digunakan oleh para pengunjung untuk menunggu jemputan mobil mereka yang di parkir di sisi lain area Bale Pare. Di siang hari yang terik, peneduh ini mampu menciptakan kenyamanan termal bagi pemakainya sehingga orang betah berdiri di bawahnya.

Banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkunjung ke Bale Pare. Dari mulai menikmati santap siang, menonton pertunjukan, berkunjung ke kantor pemasaran, atau hanya sekedar duduk-duduk di bangku taman di bawah keteduhan pohon.

Plaza tengah Bala Pare dibentuk oleh massa bangunan yang berbentuk huruf ‘O’. Namun, meskipun plaza tersebut dikelilingi oleh bangunan, hal itu tidak menimbulkan perasaan tertekan atau sempit. Skala ruang yang dibentuk antara luas plaza dan tinggi bangunan yang mengelilinginya sangat manusiawi untuk aktivitas outdoor sehingga orang-orang yang berkegiatan di dalamnya merasa nyaman. Pohon-pohon yang ditanam di sekitar plaza bukanlah jenis pohon peneduh yang rindang melainkan pohon-pohon palem. Walaupun begitu, pohon-pohon palem ini ditanam dengan jarak yang tidak jauh antara satu pohon dengan yang lainnya sehingga dahan-dahan pohon palem tersebut saling bersinggungan satu sama lain dan menciptakan keteduhan untuk beraktivitas di plaza. Selain itu, ada pula beberapa tempat duduk berpayung yang memang sengaja disediakan untuk para pengunjung dan menambah tingkat kenyamanan untuk bersantai di sana.

Bangunan di Bale Pare memakai konsep selasar. Di bagian depan kompleks bangunan Bale Pare terdapat pertokoan dan beberapa restoran yang menyediakan tempat-tempat duduk. Pengunjung yang datang ke sini akan diberi kebebasan untuk memilih tempat duduk yang dirasanya paling nyaman. Apakah itu di dalam cafe atau restoran, di selasar-selasar, di dekat panggung pertunjukan ataupun di bawah pepohonan yang rindang? Pengunjung boleh menentukan pilihannya sendiri. Namun, yang terpenting di sini adalah di manapun pengunjung itu memilih tempat duduknya, dia akan merasakan kenyamanan psikologis dan kesejukan yang sama.

Perancangan Bale Pare juga memperhatikan aspek-aspek psikologis pengguna. Hal pertama yang diperhatikan adalah kecenderungan manusia sebagai makhluk sosial untuk selalu berkerumun dan membentuk komunitasnya sendiri. Oleh karena itu, pemilihan konsep tempat duduk yang berkerumun dan terpisah-pisah antar kelompok menjadi sangat cocok, seperti tempat duduk payung, tempat duduk restoran, dan tempat duduk beton yang melingkar. Selain itu, sang perancang sepertinya juga mempertimbangkan kebiasaan manusia untuk duduk di tempat yang teduh dan bisa diduduki. Apabila dibandingkan dengan contoh kasus yang dibahas sebelumnya yaitu plaza di Cihampelas Walk, kekurangannya adalah fasilitas tempat duduk yang disediakan di CiWalk sehingga pengunjung menggunakan fasilitas tangga sebagai tempat duduk. Berbeda dengan itu, di Bale Pare pengunjung dapat menemukan fasilitas tempat duduk dengan mudah. Oleh karena itu, di Bale Pare ini tidak ditemukan kebiasaan-kebiasaan pengunjung yang duduk di sembarang tempat yang memang tidak didesain untuk hal itu.

Salah satu prinsip yang dapat dipakai untuk menghasilkan keindahan dan kenyamanan visual bagi orang yang menikmati karya arsitektural adalah dengan menciptakan pandangan yang tidak terbatas. Maksudnya adalah membuka seluas-luasnya jarak pandang dan memaksimalkan sejauh-jauhnya daya pandang. Hal ini dapat menimbulkan rasa kebebasan dan keamanan bagi orang yang mengalaminya. Bale Pare pun memanfaatkan konsep pandangan tak terbatas ini. Di bagian samping dan belakang Bale Pare, ada sebuah lapangan rumput yang sangat luas dengan beberapa pohon jenis peneduh di sana. Pemandangan yang dapat dilihat dari sini sungguh sangat luas dan indah seakan-akan tanpa ada pembatas pandangan. Pengunjung bahkan dapat melihat perumahan warga di luar batas lahan Kota Baru Parahyangan.

Apabila pengunjung duduk di sekitar plaza, dia akan mendapatkan pemandangan yang luas ke seluruh pelosok plaza tanpa halangan. Hal ini juga akibat pemilihan pohon palem sebagai elemen lansekap agar tidak mengganggu dan menghalangi pemandangan visual. Konsep selasar pada bangunan pun membuat efek bangunan yang tidak masif karena hanya ditumpu oleh kolom-kolom saja. Pemandangan tak terbatas ini pun tercipta di antara bangunan-bangunan yang tidak masif namun hanya terdiri dari kolom.

Massa bangunan yang membentuk mengelilingi plaza di Bale Pare terdiri dari dua lantai. Bangunan di lantai dua lebih banyak menerapkan konsep sky-walk dengan kolom penyangga sehingga bangunan terkesan ringan. Dari sky-walk di lantai dua, pengunjung dapat menikmati keindahan tatanan lansekap plaza Bale Pare dengan panggung dan tempat duduknya. Bale Pare benar-benar berusaha menerapkan konsep green design dalam perancangannya. Selain dapat dilihat dari dominasi penggunaan pohon dan tanaman hijau, hal ini juga terlihat dari usaha sang arsitek untuk mengurangi penggunaan perkerasan (hardscape). Tidak sedikit area-area yang dibiarkan tetap hijau dengan rumput atau setidaknya menggunakan material yang masih memungkinkan penyerapan air ke dalam tanah seperti grass block, paving block, dan lain sebagainya.

Namun, meskipun sang arsitek memiliki fokus dalam menerapkan green design, tidak lantas mengesampingkan aspek pengolahan hardscape. Dengan tidak kalah menariknya, sang arsitek juga menciptakan komposisi hardscape dan softscape dengan sangat apik tanpa saling mendominasi satu sama lain. Material-material hardscape disusun berdasarkan pola yang teratur. Di beberapa pertemuan antara paving block dan tanaman semak digunakan material batu sebagai transisinya. Pun antara tanaman semak dengan lantai keramik pada selasar digunakan pula material batu kerikil sebagai transisi. Penggunaan banyak material memunculkan kekayaan tekstur pada plaza Bale Pare. Dan jika pengunjung mau memperhatikan, maka akan didapati beragam jenis material hardscape dan softscape yang berbeda-beda.

Selain pengolahan hardscape yang baik, pengolahan softscape pun dilakukan dengan sangat eksploratif. Pohon-pohon palem yang digunakan sebagai elemen lansekap tidak begitu saja dibiarkan. Pada batang-batang pohon palem tersebut dirambatkan tanaman rambat berdaun lebar yang menambah kehijauan tempat tersebut. Transisi antara pohon palem tidak langsung ditemukan dengan perkerasan, tetapi ditanami rumput semak kecil dahulu di sekitar pohon.

Transisi antara satu elemen dengan elemen lain sangat sayang untuk dilewatkan. Karena keindahan arsitektural terletak pada detail pertemuan-pertemuan itu. Makin banyak eksplorasi dan detail yang ditunjukkan dalam sebuah transisi, maka akan semakin muncul dan terlihat keindahan tersebut. Transisi itu bisa terjadi antara elemen softscape dengan softscape, elemen hardscape dengan hardscape, atau elemen hardscape dengan softscape. Salah satu contohnya adalah kolom batu kali yang ada di Bale Pare ini. Kolom tersebut tidak dibuat untuk diletakkan begitu saja di lantai, tetapi ada desain yang turut campur di sana yaitu dengan menambahkan alas kolom sebelum dipertemukan dengan lantai atau tanah. Bagi orang awam, hal ini sekilas tidak ada gunanya. Namun, tanpa sadar hal ini menambah kekayaan visual bagi yang melihatnya dan menjadi salah satu objek yang menarik mata untuk dinikmati. Begitupula pada transisi (pertemuan) antar elemen softscape atau antara softscape dengan hardscape, seperti yang sudah dijelaskan pada contoh dan gambar sebelumnya. Keindahan itu ada pada detail pertemuan antar elemen.

Di plaza Bale Pare ini terdapat panggung pertunjukan yang memiliki jalur cat-walk dari arah panggung menuju tengah plaza yang jaraknya cukup panjang. Di bagian kanan dan kiri panggung terdapat kolam yang berbentuk lengkung dan berkesan dinamis. Seharusnya keberadaan kolam ini dapat menjadi salah satu elemen yang memperkaya lansekap plaza. Namun, tampaknya perlu dipikirkan kembali mengenai penggunaan kolam outdoor di Indonesia dengan iklim yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Hal itu membuat kolam-kolam yang dibuat di luar ruangan tanpa penutup atap selalu berakhir penuh lumut dan terlihat tidak terawat. Keberadaannya di awal untuk menambah keindahan justru menjadi bumerang dari segi perawatannya.

Dalam perbincangan mengenai lansekap, ada satu aspek yang tidak boleh dilupakan yaitu suasana di malam hari. Suasana siang hari yang diciptakan di Bale Hari sangat sukses menciptakan kenyamanan. Bagaimanakah dengan suasana di malam hari?

Hal menarik yang akan ditangkap oleh pengunjung ketika datang ke Bale Pare saat malam hari adalah permainan cahaya lampu yang mempesona. Jejeran cahaya lampu ini terletak mulai dari pelataran parkir mobil hingga ke selasar masuk pengunjung sehingga mau tidak mau pengunjung akan melihat pemandangan spektakuler ini. Hujan lampu ini merupakan sebuah penyambutan yang luar biasa bagi pengunjung sebelum menikmati fasilitas dan kenyamanan lain yang diberikan oleh Bale Pare.

Saat berjalan di selasar Bale Pare pada malam hari, akan membuat pengunjung merasa dituntun oleh keberadaan lampu-lampu penerangan yang secara tidak langsung menciptakan arah. Lampu berwarna kuning yang dipakai di tempat tersebut menambah kesan cozy dan romantis. Selain itu, secara psikologis, penggunaan lampu kuning akan menimbulkan perasaan lebih damai dan tenang dibandingkan lampu terang seperti neon.

Sistem penerangan adalah hal penting yang harus menjadi pertimbangan dalam merancang lansekap ataupun bangunan arsitektural lainnya. Salah satu kelebihan arsitek dibandingkan bidang profesi pembangunan lainnya adalah dalam segi kreatifitas. Seorang arsitek dituntut tidak hanya merancang menggunakan lantai, dinding, dan atap, tetapi menggunakan seluruh aspek atau elemen apapun yang bisa digunakan untuk menciptakan kenyamanan dari segi estetika, fungsional, dan lain sebagainya.

Menjadi seorang arsitek yang mampu memikirkan pertimbangan dari segala hal merupakan sebuah keniscayaan. Di satu sisi, ingin menciptakan keindahan secara visual, namun di sisi lain juga harus mempertimbangkan prinsip keberlanjutan dari apa yang sudah didesain. Karena setiap garis yang ditarik oleh seorang arsitek pasti akan memiliki makna.

Perancangan Bale Pare rasanya sudah sedemikian sukses menciptakan kenyamanan bagi para pengunjungnya. Namun, ada satu aspek yang menjadi perhatian untuk dikritik yaitu dari segi keberlanjutan energi. Sang arsitek terlihat sangat berusaha keras untuk dapat menciptakan suasana yang nyaman termasuk pada suasana di malam hari. Sehingga penerangan-penerangan yang digunakan lebih banyak ditujukan untuk tujuan esetetika bukan sekadar fungsi. Hal itu sangat wajar dilakukan karena salah satu tugas arsitek adalah membuat kenyamanan suasana. Namun, satu hal yang perlu diingat yaitu seambisius apapun keinginan untuk menciptakan desain yang estetis, jangan pernah lupa untuk selalu menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.

Hal-hal yang terlihat boros dalam penggunaan energi di Bale Pare ini antara lain penggunaan lampu-lampu kecil dalam jumlah banyak yang dipasang di pohon-pohon, penggunaan lampu hanya untuk mengekspos suatu material tertentu tanpa ada kegunaannya untuk fungsi aktivitas manusia, serta pemborosan energi dengan penggunaan lampu penerangaan pada siang hari.

Bale Pare adalah tempat yang sempurna dalam penataan lansekap. Segala aspek dari psikologis, green design, konsep-konsep perancangan, dan lainnya dipertimbangkan dengan matang. Hanya saja, masih ada beberapa kekurangan di sana-sini yang masih harus diperbaiki. Namun, secara umum Bale Pare memang merupakan pilihan yang tepat untuk berlibur dan menghibur diri, atau hanya sekadar duduk atau istirahat melepas lelah sejenak dari hiruk pikuk kesibukan rutinitas sehari-hari.

~ by Siti Arfah Annisa on October 28, 2010.

Leave a comment